Jumat, 25 Juni 2010

PELAJARAN DARI KASUS VIDEO PORNO

Anak kita sangat maju dalam menggunakan komputer, tinggal para pendidik yang mengarahkan.
Anak kita sangat maju dalam menggunakan komputer, tinggal para pendidik yang mengarahkan (Photo courtesy of clipartguide.com)

Ada banyak pelajaran yang bisa ditarik dari kasus penyebaran video porno akhir-akhir ini. Pelajaran yang baik dan pelajaran yang tidak baik. Kali ini saya akan menyampaikan beberapa pandangan saya tentang hikmah dan insight yang bisa kita dapatkan di terjadinya kasus ini, terutama bagi kaum pendidik negeri ini. Pendidik yang saya maksud tentu saja tidak hanya para guru, tapi juga termasuk orangtua, pemerintah, dll yang dalam hidupnya memiliki peran (baik sedikit maupun banyak) dalam membentuk generasi muda kita. Kenapa para pendidik? Saya pikir, kalangan inilah yang bisa kemudian meletakkan dasar-dasar kuat bagi generasi kita selanjutnya agar kasus ini menjadi pelajaran yang berharga bagi pembentukan karakter bangsa yang lebih kuat.
Dalam tulisan ini, asumsi saya sederhana sekali, jika Menkominfo sampai mengatakan “100% siswa akses video porno”, mengapa keadaan ini tidak kita balik saja menjadi “100% siswa akses materi belajar digital”? Belajar dari kasus Ariel Peterpan, hal ini sangat mungkin terlaksana. Tinggal bagaimana menggeser paradigma para pemimpin agar tidak fokus pada “dampak negatif” kasus ini, tapi mendorong “dampak positifnya”. Tulisan ini fokus pada hal yang kedua tersebut.
Pelajaran Positif
Hilmah pertama. Betapa mudahnya “memproduksi” materi multimedia. Bayangkan jika materi yang dibuat tersebut adalah materi multimedia yang bermanfaat, misalnya bahan pelajaran yang dikemas menarik. Bisa berupa video guru yang melakukan presentasi dan demo pelajaran, atau juga slideshow foto materi pelajaran, dll. Melihat apa yang dilakukan Ariel Peterpan dalam video tersebut, dia hanya menggunakan kamera video sederhana, meletakkannya tanpa perencanaan dan melakukan shooting tanpa “arah” yang tidak tersistematisir baik. Editing akhir juga tidak ada, hanya editingon camera” dan langsung dimasukkan ke komputer. Namun tetap bisa jadi sepotong video yang bisa “dinikmati”.
Hikmah kedua. Betapa mudahnya menyebarkan dan men-”sosialisasi”-kan materi digital saat ini. Dengan teknologi Internet dan seluler, bahan-bahan seperti video ini bisa dengan mudah disebarkan tanpa harus memiliki infrastruktur telekomunikasi sendiri. Semua sudah tersedia dimana-mana secara murah. Youtube, layanan file sharing online seperti 4shared dan Rapidshare, email, Facebook, dan juga melalui penyebaran antar ponsel melalui bluetooth, hingga yang konvensional melalui VCD dan DVD. Jika materinya menarik, jangan kuatir tentang penyebaran.
Melihat fenomena penyebaran video ini di kalangan anak muda dan siswa yang sangat cepat, plus pernyataan Menkominfo bahwa ”100% siswa nonton video porno” adalah bukti tak terbantahkan bagaimana mudahnya distribusi materi digital saat ini. Bayangkan bila Menkominfo dan Mendiknas fokus pada bagaimana menyebarkan BSE atau content pembelajaran lain seperti cara penyebaran video porno ini. Atau jangan mencari contoh jauh-jauh, bagaimana jika anda sebagai pendidik mampu menggunakan modus operandi sang penyebar video Ariel ini untuk menyebarkan materi pembelajaran. Kenapa tidak?
Hikmah ketiga. “Budaya digital” sudah merasuk ke masyarakat kita. Beberapa tahun lalu keadaan belum seperti ini, masih banyak teman yang jika ditanya tentang heboh semacam ini yang disiarkan TV infotainment, rata-rata akan menjawab “belum lihat tuh…”. Sekarang? Walau masih banyak yang menjawab belum melihat, namun persentase yang menjawab sudah melihat tampaknya semakin naik. Artinya, budaya digital, kebiasaan masyarakat menggunakan dan memanfaatkan alat-alat berbasis teknologi digital sudah semakin merata di kalangan rakyat Indonesia.
Saya masih ingat para pakar dan pemimpin bangsa mebicarakan tentang tingkat digital divide (kesenjangan digital) bangsa kita yang sangat jauh tertinggal dari bangsa maju lain. Namun anehnya, ketika kita lihat kenyataan di lapangan dimana para petani yang hidup di pelosok, para ibu-ibu rumah tangga, dan berbagai elemen masyarakat ternyata sudah memiliki akses ke alat telekomunikasi canggih, rasanya ini adalah modal dasar bagi bangsa ini untuk terus menaikkan level digital culture dan juga level technology adoption kita. Tinggal bagaimana kita membuat program yang betul-betul terarah untuk pemanfaatan maksimal teknologi yang sudah tersebar luas ini.
Pelajaran Negatif
Hikmah keempat. Janganlah membuat content multimedia yang aneh-aneh dan jelas-jelas berdosa menurut agama. Sebaik-baiknya kita menyimpan aib, cepat atau lambat akan terbuka juga. Jika tidak terbuka di dunia, pasti akan terbuka di akhirat kelak. Tuhan maha melihat dan mengetahui.
Hikmah kelima. Berhati-hatilah menyimpan content digital yang “sensitif”. Penghapusan file dari komputer, ponsel, dan barang elektronik lain sebenarnya tidak menghilangkan seluruh file secara sempurna. Seluruh operating system komputer (termasuk ponsel) diciptakan untuk mampu melakukan backup atau recovery dari data digital. Jadi komputer tidak akan menghapus total file anda jika anda hanya men-delete-nya. Pastikan anda melakukan format ulang atas hardisk, memory, flashdisk, laptop dan barang lain sebelum memindahtangankannya ke pihak lain.
Hikmah keenam. Jangan sembarangan menyimpan file pribadi dan juga sensitif secara online. Sekali anda tekan tombol “upload” dan kemudian file tersebut tersimpan online, kemungkinan sangat besar akan ada orang lain yang langsung meng-copy-nya dan menempatkannya di tempat lain. Saat ini hampir semua file yang ada di Youtube, 4shared secara otomatis di-mirror (digandakan atau diduplikasikan) oleh berbagai pihak lain yang mencari keuntungan dari bisnis file sharing ini. Jadi ketika anda kemudian memutuskan untuk menghapusnya dari Youtube atau Facebook, tidak ada jaminan bahwa file tersebut belum sempat di-copy pihak lain. Dalam Facebook yang sistemnya lebih tertutup, sang peng-copy bisa jadi adalah orang lain yang menjadi teman atau teman dari teman anda.
Hikmah ketujuh. Lindungilah barang-barang elektronik anda sebaik-baiknya. Gunakan password untuk melindungi akses ponsel, desktop, laptop, dll agar siapapun yang tidak berhak menggunakannya tidak dengan mudah masuk ke properti milik pribadi anda. Walau tidak ada yang tidak bisa dijebol, paling tidak ini akan mempersulit akses yang dari pihak yang tidak kita kehendaki. Perlindungan ini juga termasuk melindungi account email, Facebook, login ke sistem perusahaan/instansi anda, dan berbagai account anda yang ada di jaringan komputer (Internet ataupun Intranet). Kasus yang paling sering saya temui adalah meninggalkan komputer kita dalam keadaan logged in dalam suatu sistem. Ini seperti membiarkan rumah kita terbuka pintunya saat keluar rumah. Selalu logout terlebih dahulu. Selalu ganti password anda secara reguler.
Hikmah kedelapan. Pengawasan dan kontrol atas penyebaran content negatif seperti ini hampir mustahil dilakukan. Terlalu banyak jalur dan metode yang sangat sulit untuk dikontrol, bahkan oleh otoritas tertinggi sekalipun. Razia di sekolah terhadap para siswa yang membawa ponsel misalnya, efektifkah? Saya yakin tidak mungkin bisa mengatasi masalah penyebaran dalam skala masif begini. Pemblokiran ala video “Fitna” oleh Presiden Republik Indonesia sekalipun, saya yakini tidak akan bisa mengontrol penyebaran content negatif semacam ini.
What to do?
Lalu bagaimana caranya mengontrol secara bijak kegiatan kalangan generasi muda kita? Secara hukum, itu adalah ranah para pengambilan keputusan diatas sana. Secara teknologi jaringan, itu adalah ranah para ahli untuk melakukan filtering dan pemantauan atas content negatif yang beredar di kalangan masyarakat.
Bagi para pendidik, satu hal pasti yang bisa dilakukan adalah membangun komunikasi yang terbuka dengan anak-anak kita. Tidak mungkin dan bukan masanya lagi untuk melarang mereka memiliki ponsel, memiliki laptop, akses bebas ke Internet, dll. Yang harus dilakukan adalah memberi mereka pemahaman yang mendalam mengenai perkembangan teknologi terkini dan dampak yang bisa mereka dapatkan bila salah bertindak.
Cerita Ariel Peterpan, Luna Maya dan Cut Tari ini bisa diekspos dan didalami habis-habisan dari sisi lain. Dari sisi bagaimana hidup mereka hancur karena keteledoran ini. Dari kenikmatan puncak karir berlimpah uang menjadi terhujat dimana-mana dan bahkan bisa jatuh miskin hingga kemungkinan masuk penjara dalam waktu sangat lama. Belajar dari kasus ini, jika anak memahami dengan baik, mereka pasti akan berpikir 100 kali untuk membuat materi yang sama atau menyebarkan materi begini ke teman-temannya.

Opini dari Mohamad Adriyanto

1 komentar:

  1. buat para pendidik,
    mari renungkan sejenak
    lalu berilah komentar positif
    sebagai bukti kita peduli
    tentang nasib bangsa ini
    di masa kini dan masa yang akan datang
    komentar anda, sangat kami hargai

    BalasHapus